Agustus 09, 2008

Sebuah Langkah Kreatif dan Inovatif





Arsitek selalu membuat “kejutan” baru dalam menciptakan karya-karya mereka. Eksplorasi mereka terhadap bentuk massa, struktur, dan proporsi, didukung oleh desain yang inovatif serta teknologi canggih semua difokuskan dalam menghasilkan suatu karya baru. Dalam mencapai sebuah langkah kreatif eksplorasi terhadap desain seolah-olah tidak ada batasnya. Bagi Ridwan Kamil, seorang arsitek urban yang tengah mengeksplorasi desain-desain spektaktuler, desain yang spontan dapat terwujud lebih unik dibandingkan dengan desain awal. Pada desain rumahnya di Bandung Utara dia mewujudkan ide yang ekspresif dan kreatif lewat bahasa arsitektur dengan balutan estetika dan desain yang berfungsi.
Bagi Emil, demikian sapaan sehari-harinya, mendesain adalah ibarat melakukan sebuah ibadah. Dia mengerti betul aturan-aturan yang perlu dipatuhi dan aturan yang masih fleksibel sehingga dapat menciptakan suatu bahasa arsitektur dan bahasa interior yang unik pada setiap rancangannya. Kali ini Emil berkesempatan untuk merancang rumahnya sendiri dengan menggabungkan pengalaman kerja, pengetahuan serta impiannya untuk menciptakan sebuah hunian modern yang menghadirkan ”semangat” desain dalam konteks kehidupan modern.

Secondary Skin yang fenomenal
Banyak ide yang ingin diwujudkan ketika mendesain rumahnya. Dia membalut bangunan dengan kulit eksternal (secondary skin) sebagai upaya untuk menyamarkan dinding rumah utama yang sebagian besar terbuka dengan kaca setinggi plafon. Sang arsitek menerangkan bahwa secondary skin ini bagaikan sebuah bidang, tirai, partisi, jendela dan juga penghalang terhadap terik panas matahari di siang hari. Kulit ini tidak hanya terlihat unik tetapi juga fungsional. Uniknya struktur kerangka kulit luar ini dipadukan dengan bahan yang tidak lazim digunakan pada rumah, yaitu botol-botol bekas yang jumlahnya mencapai 30 ribu buah. Botol-botol bekas tersebut ditempelkan dan disusun satu sama lain untuk menghasilkan bidang-bidang partisi yang semi transparan. Botol bekas yang dipilih adalah botol kratingdaeng yang berukuran sedang dan berwarna oranye sehingga menghasilkan pencahayaan yang nyaman dan alami ketika ditimpa matahari. Efek cahaya tersebut sesuai dengan tema warna yang diterapkan pada interior rumahnya yaitu warna cokelat kayu.
Emil mengatakan bahwa pemakaian secondary skin mempunyai falsafah tertentu seperti yang pernah dikemukakan oleh arsitek Budi Pradono dalam rancangan beberapa bangunannya yaitu mengangkat citra tradisional dalam bahasa modern. Jika diperhatikan secara teliti struktur kerangka secondary skin merupakan paduan unsur modern dengan unsur tradisional yaitu botol-botol bekas tadi.
Pada resto Kayumanis yang dikerjakan oleh Budi Pradono, efek yang dihasilkan melalui struktur secondary skin ini memunculkan efek “dramatis” ketika bersinggungan dengan cahaya matahari. Suasana terlihat “hangat” dan nyaman.


Tekstur, Warna dan Unsur Melayang
Rumah ini berdiri di atas lahan yang berbentuk trapesium, sehingga orientasi desainnya harus disesuaikan dengan kondisi lahan. Bentuk massa utama berbentuk huruf “U” dengan bagian depan rumah menyerong ke arah jalan sehingga menjadikan tata letak interiornya terpisah-pisah. Namun Emil tetap mengomposisikan ruangan agar terbuka satu sama lain melalui permainan efek tembus pandang dan dominasi garis kisi-kisi pada interiornya. Di sini diterapkan permainan struktur split level dengan komposisi dua lantai di massa bagian depan dan komposisi tiga lantai di massa bagian belakang. Kedua massa ini mengapit sebuah inner-court yang difungsikan sebagai area buffer sekaligus sebagai tempat relaksasi. Mengingat area ini sering dipergunakan sebagai tempat berkumpul keluarga ataupun tempat pengajian maka ruang luar ini menjadi perluasan dari ruang dalam.
Setiap ruangan saling berhubungan dengan ruangan di sebelahnya. Misalnya ruangan tamu di depan terhubung langsung dengan ruangan keluarga tetapi dipisahkan dengan perbedaan lantai. Disisi lain, pada partisi yang melatarbelakangi rak TV dibuat celah horizontal sehingga dapat terlihat aktivitas di ruang musala.
Secara menyeluruh, interior dalam dibuat nyaman dengan aksen warna yang dominan. Contohnya terdapat ruangan keluarga yang elegan dengan mebel dan aksesori interior yang menawan. Sebuah sofa egg chair berwarna merah menjadi aksen yang turut menyemarakkan ruangan ini. Emil mengatakan bahwa aksen ini dibuat untuk menampilkan pusat perhatian pada ruangan. Dari ruangan ini terdapat akses ke arah inner courtyard melalui pintu kaca geser. Bukaan seperti ini berfungsi untuk melancarkan sirkulasi udara dan juga melancarkan cahaya matahari masuk ke dalam rumah sehingga rumah terasa sejuk dan terang.
Pemakaian cat untuk tembok sengaja dibuat minim. Sebagai penggantinya dipakai material bertekstur seperti batu alam, wallpaper, panel kayu, kisi-kisi besi dan beberapa bahan lainnya yang memenuhi bidang-bidang interiornya. Berbagai material dipadukan seperti batu andesit untuk pelapis lantai dan pelapis dinding yang di beri coakan garis-garis sehingga terlihat unik. Detail-detail ini banyak yang diubah oleh Emil saat pelaksanaan tahapan konstruksi, sehingga tercapai suasana dan efek yang diinginkan.
Detail lain yang turut diperhatikan oleh Emil adalah ”efek melayang” yang diterapkan pada sebagian besar furnitur di dalam rumah. Contohnya meja dapur island berwarna putih yang mempunyai kaki meja yang ditempatkan pada bagian tengah dalam sehingga tidak terlihat dan menimbulkan efek melayang. Begitu pula dengan penggunaan beton yang membingkai sebuah chaise longe berwarna merah di area courtyard. Di sini struktur betonnya ditopang oleh kaki beton yang dibuat lebih ramping dan lebih kecil sehingga tercipta efek melayang pada struktur beton tadi. Dengan pencahayaan dari lampu yang tersembunyi, efek visual melayang lebih terlihat terutama menjelang malam hari.
Secara keseluruhan semua elemen yang diciptakan berpadu harmonis penuh permainan garis horizontal dan vertikal, serta mempunyai nilai ramah lingkungan karena menggunakan botol-botol bekas sebagai elemen arsitekturnya (fitriyadi).

Plaza Indonesia Ext

Plaza Indonesia Ext
Proyek pembangunan central jakarta